Soal kemewahan sebetulnya rekor bus
(bis) termewah saat ini dipegang oleh Bus Omah Mlaku (PO Nusantara)
yang dibandrol dengan harga Rp.4 miliar. Bus bermesin Volvo 12.000 CC
layaknya hotel bintang 5 ini khusus melayani sewa dengan tarif sekitar
Rp.8 juta sehari.
Di bawahnya adalah Bus Oma Mlayu (masih grup PO Nusantara) bermesin Scania K124IB buatan Swedia dibadnrol dengan harga 3 miliar.
Selanjutnya, Limo Bus yang khusus di
disain untuk sewa juga dengan desain luxury. Dan berikutnya adalah Bus
Imah Leumpang (PO Metropolitan) dan Bus AM Trans Luxurios (PO AM
trans).
Semua bus di atas BUKAN jenis bus
penumpang umum yang melayani trayek jarak jauh lintas provinsi Non
Stop, melainkan bus yang khusus disiapkan untuk untuk pelayanan pesanan
sewa.
Beda halnya dengan bus penumpang umum
non stop di beberapa provinsi lainnya, termasuk yang melayani trayek
Banda Aceh - Medan (lebih kurang 600 km) misalnya, bus Simpati Star
milik pengusaha Aceh tergolong bus paling mewah dan nyaman.
Simpati Star, bus ini tergolong paling mewah dan paling mahal untuk tarif perjalanan Medan - Banda Aceh atau sebaliknya.
Tertarik dengan aneka informasi yang
didapatkan dari sejumlah orang yang pernah merasakan sensasi
menggunakan bus tersebut, penulis akhirnya baru dapat kesempatan kali
yang kedua merasakan bus tersebut setelah kali yang pertama belum
beruntung merasakan sensasi perjalan bersama Bus Simpati Star bermesin
Scania K 360 berkekuatan 12.000 CC.
Perjalanan dimulai dari stasiun bus di
Medan pada pukul 22.00 WIB. Keluar dari kota Medan sepanjang 50
kilometer bukanlah rute yang menyenangkan karena arus lalulintas kota
Medan yang padat dengan penduduk dan kendaraan terasa padat layaknya
kota besar lainnya.
Setelah melewati pukul 23 WIB barulah
mulai terasa sensasinya. Bus tersebut melaju dengan kecepatan normal.
Terasa sekali kenyamanan yang ditawarkan di balik ongkos atau tarifnya.
Sistim suspensi yang lembut dipadu
dengan jok yang lembut dan tebal dengan sandaran kepala yang mantap
membuat penumpang manja. Sandaran kaki yang dapat dinaikkan sejajar
dengan dengan tempat duduk membuat penumpang “dinina bobokan” dalam
irama deru angin yang menyapa lembut laju bus dalam kesunyian malam
itu.
Sekotak makanan ringan terdiri dari
roti selai, kacangan dan coklat serta sebotol air kemasan membuat
penumpang melupakan sekejap gerahnya menunggu pemberangkatan di stasiun
hampir 2 jam sebelumnya.
Sitem pendingin dalam kabin lebih
merata karena semburan AC tidak semata-mata dari lubang AC di atas
kepala penumpang, melainkan dari arah depan dan belakang dan dari bawah
lantai sehingga meski penumpang mematikan (tutup) ventilasi AC di atas
kepalanya tidak mempengaruhi kesejukan lebih merata dalam bus.
Selimut tebal yang wangi dan bantal yang bersih mengiringi penumpang satu persatu terlelap dalam tidurnya masing-masing.
Tidak ada orang bersuara keras-keras,
juga tidak ada suara musik yang diputar dengan suara keras, apalagi
orang yang hilir mudik digang karena semuanya ingin menikmati
ketenangan dan kenyamanan dalam perjalan panjang malam itu.
Ketika bus menembus kecepatan 100 km/
jam, sistem kendali bus tersebut secara otomatis menurunkan ketinggian
bodinya lebih ke bawah sehingga bus tidak melayang. Cengkaraman bus
yang melaju kencang membuat posisi bus terasa stabil dan memberi
kenyamanan pada penumpang.
Saat menikung dengan kecepatan tinggi
pun posisi kendaraan tersebut sangat nyaman karena sistim kesimbangan
yang berada di bawah chasisnya memainkan peranan menyeimbangkan secara
otomatis ketinggian posisi chasis sebelah kiri dengan yang sebelah
kanan secara cepat dan kembali normal secara cepat.
Sistem pengereman juga dapat
dihandalkan. Pada posisi 80 km/jam dan tiba-tiba dihadapan bis ada
kendaraan yang mendadak mengerem pada jarak 20 meter, pengereman tanpa
berderit apalagi roda terkunci tidak menyentak penumpang sehingga
penumpang tetap merasa nyaman.
Setelah pukul 5 pagi, penulis yang
duduk tepat di belakang sopir terbangun dari tidur dan melihat posisi
sudah berada di gunung Seulawah (desa Sare, lokasi sejuk di puncak
Seulawah). Penumpang dipersilahkan turun untuk melaksanakan shalat
Subuh.
Pukul 05.30 perjalanan dilanjutkan
menuju ke Banda Aceh sekitar 70 kilometer dalam tanjakan dan turunan
dengan tikungan tajam dan patah.
Matahari mulai menampakkan dirinya di
ufuk timur. Di jalanan basah oleh embun pagi di kaki Seulawah, bus
tersebut trengginas berkelabat, melahap tikungan demi tikungan dengan
nyaman pada kecepatan 15 rpm (100 Km/jam).
Selepas gunung Seulawah, bus itu
kembali memperlihatkan “keperkasaannya” seperti pada trak sebelumnya
dengan menembus kecepatan 150 km/jam tanpa perlu bersusah payah. Meski
spedometer telah mentok (kandas) ternyata ia masih “menyimpan” cadangan
kecepatannya hingga 200 Km per jam. (Sayang sekali, penulis tidak
jadi memasukkan gambar kecepatan melebihi 150 km/jam karena pengambilan
gambar dengan BB tidak menghasilkan kualitas gambar sempurna).
Sistem porsnelingnya sangat halus tanpa
hentakan mengatur 6 kecepatan (tidak termasuk gigi mundur) menempuh
perjalanan panjang secara cepat.
Bus yang baru beroperasi 4 bulan lalu itu -kabarnya-
dibeli dengan harga Rp.2,5 miliar. Saat ini baru tersedia 2 unit saja
yang beroperasi dari puluhan bus mewah milik Simpati Star melayani
rute Medan - Banda Aceh pulang pergi (P/P) setiap hari tanpa perlu
perawatan khusus karena masih dijamin garansi oleh dealer Scania di kota
Medan, termasuk ganti oli gratis dan pergantian spare part ringan.
Dengan tarif Rp.250.000.- per penumpang
dan hanya berisi 21 bangku dengan susunan kolom 2-1 sebanyak 7 baris,
total pemasukan satu trip adalah Rp.5.250.000.- atau Rp.10.500.000
pulang perginya tentulah layanan jasa transportasi ini sangat menarik.
Belum lagi pemasukan dari jasa titipan
barang dan surat. Di lambung bus tersebut cukup kuat menampung sekitar
20 koli kardus ukuran kotak rokok gudang garam selain koper bawaan
penumpang itu sendiri.
Diperkirakan setiap trip tak kurang
Rp.1 juta rupiah pemasukan dari jasa pengiriman barang dan dokumen atau
pulang pergi mencapai Rp.2 juta rupiah. Total pemasukan bus tersebut
pulang pergi adalah Rp.11 juta hingga Rp.11,5 juta.
Pengeluaran biaya bahan bakar pun
teririt di kelasnya. Menurut penejalasan sopir yang sempat penulis
tanyakan, biaya solar sekitar Rp.1.250.000 - 1.500.000 untuk menempuh
rute sepanjang 600 km. Dibandingkan dengan bus sejenis dengannya
menghabiskan biaya bahan bakar sampai Rp.2 juta rupiah tentulah hal ini
mampu memberi keuntungan bagi pengusaha atau perusahaan bus tersebut.
Mengenai honor sopir pembayarannya
sistim rate. Satu rate (Banda Aceh - Medan pulang-pergi) sopir utama
dan sopir cadangan sama-sama memperoleh Rp.300.000 (Rp.600.000 untuk
keduanya). Dengan demikian total pengeluaran standard dalam satu rate
adalah Rp.1.850.000 - Rp.2.100.000) tidak termasuk bayar retirbusi di
setiap terminal di setiap Kabupaten yang di laluinya.
Tak heran, persuahaan bus Simpati Star
merencanakan menambah armada jenis Scania K 360 nya sebanyak 4 unit
lagi pada Juni 2014 nanti sehingga akan berjumlah 6 unit. Dan
diperkirakan pada 2015 nanti jumlah armada bermesin Scania akan
mencapai 10 unit.
Pukul 7.15 pagi, bus tiba dengan
selamat di terminal provinsi, di Batoh, di sudut kota Banda Aceh.
Perjalanan sejauh 600 km ditempuh dalam waktu 8 jam termasuk 30 menit
untuk shalat subuh dan menghabiskan hampir 1 jam melewati jalur padat
dan macet keluar dari kota Medan. Menurut info, jika jalur ke luar kota
Medan tidak dalam kondisi macet maka perjalanan Medan - Banda Aceh
akan ditempuh paling lama 7 jam jika segala sesuatu berjalan dengan
lancar saja.
Beberapa tahun lalu total waktu
perjalanan berkisar 11-12 jam, bahkan ada yang lebih. Sulit
membayangkan perjalanan darat dari Medan - Banda Aceh atau sebaliknya
dapat ditempuh dengan waktu 7 - 7,5 jam untuk bus penumpang umum ukuran
besar.Sejumlah orang memimpikan waktu tempuh yang lebih cepat.
Kini mimpi tersebut menjadi kenyataan.
Meski harus diakui menggunakan transportasi udara jauh lebih cepat
namun kehadiran bus mewah seperti Simpati Star bermesin Scania saat ini
telah memberi solusi tentang bagaimana melaksanakan perjalanan jauh
dengan kondisi yang nyaman, cepat dan murah.
Tentu kita tidak tahu apa dan bagaimana
ke depannya menyangkut kehadiran teknologi otomotif bus penumpang
serta dergeulasi pemerintah daerah mengenai hadirnya solusi bus mewah
seperti ini. Harapan kita semoga teknologi yang akan hadir nanti akan
memberi kontribusi positif bagi tercapainya cita-cita layanan
transportasi darat yang aman, nyaman, cepat dan murah.
Selain itu tentunya deregulasi
pemerintah mengarah pada kemudahan dalam memberi izin dan pengawasan
terhadap pelanggaran jenis apapun secara tegas oleh sopir dan
perusahaan pemilik armada. Juga termasuk pelanggaran atas aksi
pelemparan batu orang iseng di sepanjang perjalanan di wilayah Sumut
dan Aceh terhadap bus yang membuat kaca pada retak dan berpecahan
sehingga membahayakan sopir dan penumpang yang sedang melintas di jalan
raya.
Melihat kondisi di atas, apakah ada
yang tertarik pada jasa moda transportasi darat melayani angkutan
penumpang Medan -Banda Aceh? Siapa tahu diantara rekan pembaca budiman
ada yang tertarik, hehehehhe…
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
